Perduli Atau Polos?

Sabtu, 13 Agustus 2011


Sore yang cerah, menjelang buka puasa,,,
Terliihat seorang pemuda sedang sibuk dengan pekerjaannya. Pekerjaan yang tidak pernah ia sangka sebelumnya. Pekerjaan di luar keahliannya.

Allaahu akbar allaahu akbar,,,,

Waktu shalat ashar telah masuk,,,, ia pun segera bergegas ambil air wudhu kemudian berangkat ke masjid untuk menunaikan kewajibannya,,,

Hampir setiap hari ia shalat di masjid ini, masjid yang dikenal sebagai masjid kampus. Berbeda dengan masjid kampus lain di Indonesia, masjid ini berukuran lebih kecil dari yang lain.

Jama’ah masjid kebanyakan mahasiswa dan dosen, namun ada juga dari masyarakat umum yang ikut berjama’ah di situ. Selain jama’ah solat, di luar Masjid ada juga, maaf, pengemis yang telah siap untuk mendapatkan belas kasihan dari jama’ah Masjid. Tidak tanggung-tanggung mereka mengajak anak-anaknya yang seharusnya mendapatkan pendidikan.

Sungguh ironis memang, di tengah gembar gembor pemerintah mengenai peningkatan laju ekonomi, masih banyak masyarakat yang kekurangan. Yah bisa dikatakan yang yang kaya makin kaya. Yang miskin lebih miskin. Ah! sudah lah, tak usah menyalahkan mereka, kita  juga harus introspeksi diri.

Selesai shalat ia melaksanakan kegiatan rutinnya, yaitu tilawah alias baca Al-Qur’an.  Ia biasa tilawah dengan suara yang agak keras, namun saat itu masih banyak jama’ah shalat ashar yang telat. Bacaan yang biasa dikeraskan, ia pelankan karena takut mengganggu jam’ah.

Namun tiba tiba ia merasakan satu sosok orang yang mendekatinya. Meskipun ia merasa ada yang mendekat, tilawahnya masih berlanjut. Bergeming dalam hatinya:

 “ah paling ada yang mau mengingatkan supaya baca Al-Qur’annya dipelankan”

“Maaf Mas, tahu jalan menuju ke karang moncol?” sapa sosok orang tersebut yang ternyata seorang laki-laki separuh baya.

Ia memakai kemeja biru, celana merah, wajahnya pucat mungkin karena kecapaian, serta kelihatan bingung.
Meskipun pada awalnya pemuda itu mengetahui bahwa ada orang yang akan mendekatinya, namun mau tidak mau ia kaget juga. Dengan agak gugup, itu menjawab sambil menutup Al-Qur’an yang ia pegang:

“oh ia pak, maaf ada apa?”

“begini mas, bapa mau pulang ke Karang Moncol, tapi ga tahu jalan,,” tegas bapak tersebut

Pemuda itu nampak makin bingung. Bingung karena ada sesuatu yang aneh dari pertanyaan bapak tersebut.  Aneh ko bisa bapak itu bisa sampai ke tempatnya, namun jalan pulangnya tidak tahu,,,

“emm,,, bapak pake motor?  Klo pake motor dari pertigaan lampu merah ini (sambil menunjuk ke arah pertigaan yang ada lampu merah) belok kanan lurus terus,ketemu pertigaan lurus terus. Dari situ lurus aja nanti ketemu jalan bagus belok kanan” jawab pemuda itu

“nggak mas, saya pulang jalan kaki,,,,” jawab bapak dengan penuh kelesuan

“hah!!! Jalan kaki!!?? ” pemuda terkaget.  Sebelum pemuda tersebut melanjutkan perkataannya, bapak tersebut memotong:

“ia, saya tidak punya uang dan sedang mencari pekerjaan. Di tempat saya sedang sepi jadi pergi ke sini karena dulu pernah kerja di sini. Ke sini pun jalan kaki. Saya sudah tidak kuat ingin pulang, tadi malam pun menginap di kelurahan rempoah, alhamdulillah dapat makn untuk sahur”.

Kaget dan juga iba mendengarnya: “masya allah,,, bapak tidak membawa jaket? Keluarganya masih ada?”
Secara rempoah merupakan daerah dataran tinggi. Tahu sendiri lah dataran tinggi cuacanya, beuuuh,,, dinginnya minta ampyuuuuuuuuun.        

Mereka ngobrol lama, si pemuda menanyakan tentang bapak tersebut. Dengan penuh kejujuran ia menceritakan semuanya. Bapak tersebut ternyata seorang pekerja bangunan (ups salah, maksudnya keahliannya, karena belum punya pekerjaan). Dia nyari kerja di tempat tinggalnya belum dapat juga, dan akhirnya memutuskan mencari ke purwokerto, tempat dulu dia pernah bekerja. Namun usaha telah maksimal, tapi hasilnya nihil. Sedangkan keluarga sedang menunggu di rumah.

Pemuda ingin menolong namun tidak punya motor. Uang pun tidak cukup untuk ongkos ke terminal. Ia terus berfikir apa yang harus dilakukannya. Beberapa lama kemudian ia pamitan sama bapak tersebut:

“maaf pak, bapak tunggu dulu di sini, nanti saya kembali lagi”

“ia mas” jawabnya dengan penuh kekecewaan namun masih berharap pemuda itu kembali.

Pemuda keluar Masjid, yang ada di fikirannya Cuma satu, ta’mir Masjid. Ia pergi menuju ruang ta’mir, namun tiba-tiba ia berbalik arah,, entah apa yang ada dalam fikirannya. Ada yang tertinggal kah atau ada urusan lain?

“hm,,, klo ku ke ta’mir yang ada su’uzhon yang mereka tularkan kepadaku ” gumamnya dalam hati.
Ternyata ia memiliki pengalaman buruk dengan pengurus ta’mir. Dulu pernah ada yang minta bantuan juga, namun jawaban mereka:

 “ah paling itu penipu, sebaiknya kamu hati-hati”.

Sudah beberapa kali jawaban itu ia dengar dari mereka, maka dari itu ia berbalik arah. Ia baru teringat dengan tabungannya. Maka diputuskan untuk mengambil uang dari ATM.  Ia segera bergegas ke ATM BNI yang berada tidak jauh dari Masjid, tepat di samping masjid. Tidak disangka, meskipun sudah pertengahan bulan, ternyata antriannya begitu panjang. Ia putuskan keluar dari antrian dan kembali ke tempat kerjanya untuk meminjam motor.

Namun ketika mau berangkat ada konsumen yang mau membeli barang, sedangkan partner kerjanya berada di belakang:

“hah!!! Lagi buru buru ada aja gangguannya” gerutunya.

Untungnya konsumen tidak terlalu lam, akhirnya ia bergegas menuju ATM Mandiri.

Di Masjid, si Bapak termenung penuh dengan harapan untuk bisa pulang kembali ke rumahnya. Dalam benaknya terucap:

“mungkinkah ia mempercayaiku? Akankah ia kembali?”

Ia benar-benar putus asa dengan keadaanya. Kemudain ia pindah ke luar Masjid dan duduk-duduk di halamna Masjid sambil melamun. Ia terus berdo’a mengharapkan pemuda tersebut bisa membantunya.

Sesampainya di ATM pemuda tersebut langsung masuk dalam antrian. Antriannya nggak sepanjang di BNI, ya Cuma 3 orang lah. Tiba gilirannya, tidak membuang waktu ia langsung masuk, keluarkan dompet dan ambil kartu ATM di dalam dompetnya.

“ambil berapa ya?” gumamnya.

Ia ingat yang dikatakan bapak tersebut bahwa ongkos ke rumahnya tidak lebih dari dua puluh ribu. Akhirnya ambil lebih dari dua puluh ribu.

“bismillahirrahmaanirrahiim,, semoga berkah, semoga ini bermanfaat untukmu pak”.

Uang pun keluar dari mesin ATM. Uang pun diambil dan tidak lupa kartu ATM dicabut (heuheu berbeda dengan penulisnya, uang sudah dipegang, kartu ATM dilupakan alias ditinggal di mesin ATM,, hehe :-p ). Ia segera naik motor menuju ke BK (bursa kampus), supermarket terdekat dan langsung membeli air dan makanan untuk berbuka bapak tersebut. Namun ia bingung makanan apa yang cocok. Maklum di supermarket terlalu banyak jenis makanan. Akhirnya ia putuskan Cuma membeli kurma, makanan khas dari padang pasir untuk berbuka puasa.

Ia segera kembali ke tempat kerja mengembalikan motor, kemudian kembali ke Masjid. Dari gerbang halaman Masjid terlihat bapak tersebut sedang melamun, mengharapkan kedatangannya. Sebelum ia menemui bapak tersebut tiba-tiba ada yang memanggil:

“hai,, sob,,, lagi apa kamu di sini?”

“wih ada Pak Ketu, apa kabar akh? Haha nte nambah subur aja nih,, nambah item pekat juga” jwabnya

Ternyata dia adalah ketua salah satu organisasi Mahasiswa di luar kampus yang berhaluan keislaman. Bahasanya emang gaul dan makin hari makin ndut saja dan warna kulitnya semakin hitam

“Alhmdulillah, nte sendiri? Enak aje lu,, pekat pekat gini juga tampan” jawabnya narsis, sambil melihat kresek yang dibawa pemuda tersebut ia melanjutkan: “apaan tuh? Kayanya makanan, nte mau buka sekarang apa?”

“wah ketahuan dahaku mau buka sekarang” jawabnya dengan nada canda. “bukan akh, ini untuk musafir,,, kasihn katanya ia ke sini jalan kaki dari rumahnya” lanjutnya. “btw, mau bantu ga? Ia lagi kebingungan mau pulang tapi ga punya duit”

“sebaiknya bawa ke kantor polisi aja, nanti di kasih surat jalan sama polisinya suruh angkutan umum nganterin dia” jawabnya tidak sesuai dengan yang diharapkan pemuda tersebut.

“ah males, ribet klo urusannya sama polisi, kasihan nanti bisa bisa dijadikan sebagai tersangka” pungkasnya.

“emang sih ane juga dulu pernah ada yang seperti itu, ia sama anaknya jalan kaki dengan jarak 60km. Sebenarnya ane serba salah juga antara perduli dengan polos” jawb pak ketu yang sebelumnya sudah pernah

“hm,,, ni orang ga bisa diharapkan lah” protes pemuda tersebut

“jangan terpengaruh dengan orang lain, dengarkan kata hatimu”

“nyante aja klo pun dia bohong uang ini masih belum seberapa jika dibandingkan dengan uang 5juta yang raib dari tanganku” lanjut pemuda itu lagi: “yawdah akh, ane temui bapa itu dulu, kasihan sedang menantikan kedatangan si tampan ini”

Mereka berpamitan, pak ketu juga mau pergi, pemuda segera menemui bapak yang telah menungunya dari tadi. Si pemuda bingung mau mulai dengan apa untuk ngasih uang sama makanannya. Akhirnya ia basa basi dengan menanyakan apa yang sebelumnya telah ditanyakan. Jawaban bapak masih tetap sama tiada perubahan.

Akhirnya pemuda memberikan hartanya ((uang dan makanan untuk berbuka) kepada bapak tersebut. Si bapak berterima kasih dan memberi tahu namanya serta alamat lengkapnya. Pemuda hanya menarik nafas panjang melihat kondisi bapak tersebut. Ia pun merasa lega bisa membantunya.

“Alhamdulillah harta ini tidak keluar dengan sia-sia,,”

Ketika Dia Bukan Untuk mu

Senin, 08 Agustus 2011

Bagaimana perasaanmu jika seseorang yang direncanakan akan menjadi pendamping hidupmu ternyata menikah dengan sahabatmu sendiri? Mungkin hatimu nelangsa. Ada sejumput kecewa berkecambah. Andai dulu aku menerima dia apa adanya, pasti aku yang bersanding dengannya, begitu  bisik hatimu. Kini, kau melihat dia bersanding dengan teman baikmu. Kau harus rela, ikhlas. Mungkin dia memang lebih baik bersanding dengan sahabatmu. Karena kecewa telah berbunga, kau tak datang ke pesta pernikahannya. Padahal, hukum datang ke undangan pernikahan itu wajib. Di sana ada berkah dan doa, meskipun yang sering kita lihat hanya pamer kemewahan dan kemeriahan.

Coba kita renungkan. Mungkin kau pernah berkunjung ke toko pakaian. Kau memilih pakaian yang pas untukmu. Mungkin pramuniaga menyarankan, "ini pakaian yang cocok untuk Anda." Kau membawa pakaian itu ke fiiting room, mencobanya. Betulkah pakaian itu cocok untukmu? Kau teliti bahannya, jahitannya, ukurannya. Setelah memeriksa dengan seksama, kau merasa kurang sreg dengan pakaian itu. Dengan kata maaf pada parmuniaga, kau kembalikan pakaian itu ke tempatnya. Kau beralih ke gerai pakaian lain. Hal yang sama mungkin terulang; pakaian yang menurut orang lain pas untukmu, atau pakaian yang sepintas cocok menurutmu, ternyata tidak tepat setelah diteliti.

Sebuah pakaian, mungkin cocok untuk orang lain, tapi tak cocok untukmu. Kau tak bisa membeli pakaian warna gelap karena kulitmu sawo matang. Kau tak cocok mengenakan kemeja dengan motif vertikal berdempet, karena posturmu kurus tinggi; motif itu akan membuatmu terlihat semakin kurus. Kau harus berdamai dengan situasi dan kondisi.  Tetapi yakinlah ada pakaian yang tepat di sebuah gerai tertentu yang cocok untuk setiap orang. Memang ada seseorang yang begitu masuk ke satu gerai langsung menemukan pakaian yang tepat untuknya. Ada juga yang harus berputar-putar, keluar-masuk dari satu gerai ke gerai lainnya untuk menemukan pakaian yang tepat, sampai kaki pegal dan peluh menganak sungai.

Banyak hal yang membuat pakaian itu tak tepat untukmu, bisa bahan, motif, warna, model bahkan harga. Selera orang berbeda.  Ada juga seseorang yang tak yakin dengan sebuah pakaian, tapi ia tetap mencobanya. Ia bertanya-tanya, cocokkah pakaian ini untukku? Ia meneliti dengan seksama. Ia menemukan fakta bahwa tak ada hal yang membuat ia harus menolak pakaian itu. Apalagi pakaian itu hadiah seorang yang dihormatinya, orang yang dikasihinya atau mumpung sedang ada great sale! Beli sekarang atau menyesal kemudian. Bertahun-tahun setelah mengenakan pakaian itu, baru terasa, pakaian itu memang cocok untuknya.

Pakaianmu adalah pasangan untukmu. Bisa cocok untuk orang lain, tapi tidak denganmu. Maka, tak perlu bersedih jika seseorang yang kau kira tepat untukmu bersanding dengan orang lain; orang yang dekat denganmu. Yakinlah pasangan yang tepat ada di suatu tempat dan kau akan berjumpa dengannya di suatu masa tertentu. Mungkin Yang Kuasa sengaja menyimpannya, agar saat bertemu kau benar-benar siap berdampingan dengannya. Sesuatu yang baik menurutmu, belum tentu baik menurut-Nya. Terus berusaha dan berdoa. Perbaiki diri sampai akhirnya kau temukan pakaian yang cocok untukmu.